Hari raya merupakan kemenangan bagi ummat muslimin di dunia, dan bagi mereka yang memeluknya. Hari-hari tersebut dijadikan oleh kaum muslimin sebagai moment untuk saling memaafkan, saling mencintai, menyuburkan kembali tanaman perdamaian dan memupuk kembali dengan pupuk saling memaafkan dan saling mencintai.
Bahkan sebelum tibanya hari rayapun, semua orang berusaha beramai-ramai mempersiapkan hari tersebut. Sampai dari makanan khas yang menjadi icon hari raya, pakaian serba baru, jajanan khas juga baru-baru, “istri baru… ehmm”.
Tapi dari kerumunan manusia yang lagi gila-gilanya menata kesempurnaan hari rayanya, ternyata ada sedikit dari beberapa orang yang berperilaku lain.
Ceritanya ketika saya akan berangkat menuju ke kampung, waktu itu masih pukul 10 malam, saya lagi menonton TV yang acaranya semacam talk show, judule provocative proavtive. Lumayan untuk mengisi jam-jam yang kosong malam itu, maklum pemberangkatan jam’ah riyoyoan keluarga saya tepat pukul jam 1 malam, So, g ada salahnya saya nonton TV.
Ketika menonton acara tersebut, yang saya pikirkan adalah sebuah wahana atau wadah bagi kita untuk selalu berfikir kritis, logis, sesuai dengan landasan yang pasti, merdeka. Sesuai dengan judul TS (Talk Show) tersebut yaitu provocative proactive. Provocative biasanya ini selalu bersinggungan dengan pengertian “memancing” sesuatu yang sensitive untuk diberitakan kepada khalayak, atau pemikiran-pemikiran yang serba “aneh” dan “membahayakan” bagi kita semua, yang sebenarnya tidaklah perlu diceritakan karena akan memberikan dampak isu SARA.
Sedangkan proactive-nya adalah berfikir kritis, bersama-sama kita memacu apa yang selalu kita kerjakan ini untuk ditanyakan, agar tidak hanya sekedar ikut-ikutan. Proactive selalu identik tanggap dengan isu-isu, kemudian diangkat ke publik dengan landasan yang tepat. Selalu aktif dalam mengomentari masalah terkini dengan rujukan-rujukan yang dapat dipercaya, dan dapat memberikan konklusi yang tepat, agar arah selanjutnya tidak salah kaprah lagi. Mungkin secara umum pengertiannya seperti itu.
Kemudian dari acara TS ini, ada pembawa acara yang sudah dikenal banyak orang yaitu Pandji Pragiwaksono, kemudian ada Raditya Dika, lalu ada si kribo yang dulu main di extravaganza yang saya lupa namanya, dan ada cewek disitu. Kemudian mendatangkan seorang narasumber penulis buku.
Lalu dari perbincangan malam tersebut keluar beberapa pernyataan-pernyataan yang dirasa kurang ada landasan yang kuat. Beberapa contohnya:
1. Ummat islam ini cenderung mengharamkan sesuatu yang tidak semestinya diharamkan, salah satu contohnya mengucapkan selamat natal kepada “saudaranya” yang beragama lain… kemudian narasumber tersebut menyatakan, “ di alqur’an saja mengajarkan untuk memberikan selamat kepada agama lain, seperti contohnya selamat natal.”
Yang saya fikirkan saat itu adalah ayat di bagian mana?, surat apa? Juz berapa? Halaman berapa kalau saya boleh tau?. Kemudian saya menunggu dari Pandji apa ada nanti nomor telepon yang digunakan untuk saling menanggapi atau adakah yang menyanggah. Ternyata nihil…
2. Kemudian sang narasumber yang saya lupa namanya siapa, karena “lupa belum berkenalan waktu itu”, mengatakan bahwa Pak Soekarno belajar islam itu dari buku-bukunya orang ahmadiyah. Dia bilang seperti itu dengan bukti seperti apa… tulisan? Ataukah ada arsip nasional dalam bentuk video yang dapat didengar oleh banyak orang…? Bisakah saya cari di youtube untuk melihat bukti-bukti sahnya pernyataan itu… tolong kalau ada yang tau, saya minta alamat web-nya.
3. Kemudian juga si narasumber berusaha mengetengahkan tentang persaudaraan yang memiliki tingkatan. “Persaudaraan memiliki 3 tingkatan, tingkatan terendah adalah persaudaraan keagamaan. Kemudian tingkatan di atasnya adalah persaudaraan kebangsaan. Dan yang paling tinggi adalah persaudaraan kemanusiaan.” Kata Dia.
Lalu pertanyaannya, pernyataan seperti ini ia dapat dari mana? Buku siapa? Kalau bukunya orang barat, saya tidak akan pernah membacanya. Karena kalau kita melihat bahwa tingkatan persaudaraan tertinggi adalah dalam hal kemanusiaan, mengapa Negara Iraq waktu itu di bombardier oleh Amerika yang disinyalir memiliki “bom nuklir”, apa sekarang ada hasilnya? Bom-nya ada di sebelah mana? Kemudian tersiar kabar di internet, dan saya juga mendapat kiriman email dari seorang teman berupa video streaming, entah ia dapat darimana. Video tersebut direkam ketika seorang wanita muslimah diperkosa didalam penjara Abu Ghuraib, Iraq. Kemudian laporan dari wartawan aljazair bahwasanya tentara Amerika – waktu itu – memasuki rumah seorang keluarga orang Iraq, lalu terdapat orang tua yang tidak memiliki daya untuk melawan. Dimasukkan orang tua tersebut ke dalam almari lalu diberondong dengan senjata serbu. Keluar mengalir darah dari balik almari. Sang cucu tidak dapat mengatakan apa-apa sampai menjadi gila.
Jika memang persaudaraan kemanusiaan adalah yang tertinggi, kemudian jika teori yang didapat dari tulisan orang barat. Mengapa tragedy menjijikkan di Iraq ini dilakukan oleh orang barat juga?
Dan yang paling jelas, bukti sudah didepan pelupuk mata Negara Adidaya – Amerika – yaitu tentang polemic palestina, mengapa orang yahudi dibiarkan dengan nyamannya melucuti nyawa-nyawa penduduk arab palestina yang tidak memiliki kekuatan yang sama halnya orang yahudi? Bahkan dengan terang-terangan orang yahudi membantai warga palestina dengan keji… prinsip persaudaraan yang dikemukakan itu dari bukunya siapa kalau saya boleh tau?
3 poin di atas hanya perwakilan dari banyaknya pernyataan yang bagi saya janggal dan tidak diperjelas dengan teori yang mumpuni. Okelah acara tersebut memang sangat provokatif, akan tetapi kalau disandingkan dengan proaktif, sudah seharusnya acara “jagongan” tersebut juga memberikan landasan-landasan yang dapat kita lihat dan kita baca atau kita dengar bahkan kita lihat malahan…
Cuman di sini saya tidak dapat akses apa-apa dari acara tersebut untuk melihat bukti-bukti konkrit tentang apa yang mereka ucapkan mas bru… mbak sis…
Pro aktif, sekali lagi yang saya bicarakan di sini, namanya saja proaktif, jadi tidak hanya giat dalam membuat pernyataan atau kesimpulan. Tapi juga terdapat sandingan berupa bukti nyata yang pasti, yang menjadi landasan pernyataan narasumber tersebut…
Saya setuju acara tersebut ada, dan saya juga sangat mendukung jika terdapat acara yang memberikan sindiran-sindiran “nylekit” buat kita sendiri. Dalam hal mengkritisi tubuh sendiri itu tidak berdosa dan tidak salah, apa lagi terang-terangan… dengan itu kita menjadi malu dan tidak akan menglanginya lagi. Saya suka itu.
Tapi, dari kritisi-kritisi yang keluar dari mulut kita, harus didampingi bukti juga… jangan hanya sekedar “nylonong” memberikan pernyataan. Itu yang menjadi poin bagi saya, jadi acara ini tetep ada, akan tetapi perlu adanya penguat dari pernyataan tersebut. Jika tidak ada bukti sama sekali, maka tidak perlu adanya acara provocative proactive, tapi yang ada adalah acara Talk Show Provocative saja…
Sekian dari saya, semoga bermanfaat.