Rabu, 31 Agustus 2011

MENDIDIK BUKAN MEMBENCI MARAH ADALAH AKIBAT 2 DI ATAS

Dari kita bertanya-tanya, judul di atas maksudnya apa. Itu juga sebenarnya terfikir oleh diri saya. Kenapa saya mendapatkan judul seperti di atas? Darimana awalnya mendapatkan judul tersebut? Dan apa maksudnya dari judul di atas?

Pertama-tama saya perlu mengenalkan sebuah cerita kepada semua mas bru semua bahwasanya kita bisa muncul di dunia ini tidak dengan tiba-tiba, bukan begitu? Dan tidaklah kita berasal dari batu yang hancur dan menjadi diri kita seperti ini.

Kita di sini karena atas akibat dari orang tua kita, namun janganlah menyalahkan mereka, bahkan lebih lagi kita harus mensyukuri atas akibat ulah mereka berdua, dengan cara seperti itulah kita lahir. Hingga menjadi besar dan sukses seperti yang mereka dan kita harapkan juga tidak luput dari bimbingan mereka berdua. Meskipun di dalam perjalanan salah satu atau keduanya tidak mendidik kita dengan cara yang baik, itu semua ada pelajaran untuk diri kita sendiri sebenarnya.

Terus hubungannya dengan judul di atas itu apa? Begini mas bru…

Pernah gak kita dimarahi sama ortu?, pernah gak kita merasa dibenci sama ortu?, pernah juga gak kita merasa dijauhi sama ortu? Atau pernah merasakan yang lebih dari itu yang tidak bisa saya tulis di sini?

Perlu diingat dasar dari orang tua, mereka adalah manusia sama seperti kita, se-marahnya mereka sebenarnya bukan untuk membenci akan tetapi untuk mendidik kita. Saya tahu orang yang membaca tulisan ini sama seperti saya, dan juga umurannya pun rata-rata sama seperti saya. Kalaupun anak kecil itupun sedikit yang mau membaca tulisan seperti ini, karena bukan alam mereka.

Ingatlah sewaktu kita kecil kalau kita nakal, buandel, mokong, nduableg!. Sederetan kata yang lain mungkin masih buannyak, tapi hanya itu saja untuk mewakili yang lain. Itulah kita dulunya. Namun tingkatan kenakalan masing-masing orang berbeda-beda. Itupun juga dilihat dari karakter orang tuanya pula, atau malah karena akibat pergaulan yang salah arah. Bisa jadi itu semua dialami oleh diri kita yang lalu. Atau malah coba-coba akhirnya ketagihan???

Dari situpun kita sebenarnya dapat mengukur, kalau kita menjadi orang tua nanti, pastilah kita punya anak seperti itu pula, ada nakalnya, pasti. Dan anak kecilpun akan sama seperti kita, mereka akan merasa jika kita memarahinya, berarti orang tuaku membenciku. Perasaan itu pastilah sama seperti kita dulu. Maka dari itu tulisan ini akan memberikan sekelumit pengertian agar diri kita nantinya jika telah memiliki anak atau sudah terlanjur membuat anak atau bahkan sudah “mbrojol”, untuk dapat berusaha memberikan pengertian kepada anaknya sendiri agar mereka tidak salah paham. Tak masalah, tidak ada yang namanya kata terlambat, semua bisa diselesaikan, yang penting tawakkal dan niat tekad bulat untuk merubah.

Mas bru dan mbak sis semuanya. Coba ingat-ingat kisah masa lalu kita bersama orang tua dulu saat marah. Jangan mencoba untuk menanamkan kebencian kalau mengingat marahnya, cobalah untuk terbuka. Kalau tidak, kelanjutan tulisan ini tidak ada gunanya untuk dibaca. Ayo kita coba sejenak untuk membuka diri kita untuk belajar.

Cobalah Tanya pada diri sendiri, jikalau kita punya anak yang nakal apa yang kita lakukan? Pastilah jawabannya idealis banget, “ya harus ramah dooonk…”, tentunya kenyataan tidaklah sama dengan teori yang terucap. Itu pasti. Ingat pernyataan ini. Cobalah lebih dalam lagi untuk merasakan, kalau-kalau anda adalah seorang bapak/ibu kemudian memiliki anak yang nakalnya seperti kita waktu kecil. Apa se yang harus kita lakukan?. Kalau gak tau nakal kita seperti apa, cobalah untuk menanyakan kepada ortu kita. Apa saja yang telah kita lakukan padanya.

Dari situ kita akan sama halnya dengan orang tua, marah, sebel, dan apalah namanya… intinya sama. Tidak jauh-jauh dari itu. Namun tujuan dari apa yang mereka lakukan adalah sama, untuk mengarahkan kita, mendidik kita, meskipun kadangkala cara-cara mereka ada yang salah dalam mendidik kita.

Tujuan dari mendidik adalah untuk menjadikan kita tau mana yang benar dan yang salah tu seperti apa. Bagaimana kita seharusnya berfikir, bertingkah laku. Itu semua terangkum dalam cara mendidik ortu kita terhadap kita sendiri waktu kecil bahkan hingga sekarang ini. Itulah mengapa banyak sekali dari anak yang terkadang sukses atau gagal menjalani hidup karena memang tergantung pula dari persepsi anak tersebut terhadap ortunya.

Kalau sudah mencoba untuk membuka irama-irama lama kita terhadap ortu kita sewaktu kita nakal dulu, dan selagi ortu kita masih ada dan masih dapat mendampingi kita di sini. Lanjutkan untuk membuka lagi dengan bertanya kepada ortu kita, dulu waktu ibu atau Ayah marah-marah sama kita, apa se yang ada dalam pikiran bapak atau Ibu? Cobalah untuk membuka diri apa adanya diri kita sebagai seorang anak kepada ortu, agar mereka kalau menjelaskan tidak salah sangka.

Inti dari jawaban ortu nantinya sudah dapat dipastikan, tujuan dari yang mereka lakukan untuk kita adalah demi kesuksesan kita, demi kebahagiaan kita. Mana ada orang tua yang tega membunuh masa depan anaknya, kecuali kalau ortu yang hanya mengumbar nafsu belaka atau pendek sekali visinya. Itupun jika ada dari kita punya ortu seperti itu, jadikanlah pengalaman tersebut sebagai pedoman hidup, janganlah sekali-kali jika menikah nantinya hanya sekedar mengumbar nafsu belaka. Karena kita sendiri telah merasakan perihnya, pahitnya, hinanya. Dan menjalani yang baik-baik saja.

Kalau kita saling terbuka dengan orang tua saat ini, maka bisa dipastikan kita akan tahu yang sebenarnya tujuan ortu. Mereka adalah pendidik kita yang pertama, tidak ada tujuan untuk membenci kita. Memang pada dasarnya kadang mendidik bisa dilakukan dengan kelembutan kadang juga perlu dengan marah. Akan tetapi perlu diketahui bahwa marah munculnya dari 2 jalur yang berbeda, yaitu membenci atau mendidik. Tergantung dari jalur mana yang terjadi.

Yang penting saat ini, berusahalah untuk menyadari akan beratnya pikul amanah mereka terhadap kita. Mereka mendidik kita baik dengan keras ataupun hanya terkadang lembut, itu semua demi kebaikan kita sendiri. Yang merasakan akibat didikan mereka bukanlah untuk mereka, tapi semata-mata untuk masa depan kita sendiri.

Tak lebih dan tak kurang, saya rasa cukup sekian kalau saya nyocros masalah ini. Maaf-maaf kalau ada salah kata atau penjelasan yang dirasa njlimet. Itu semua butuh yang namanya belajar. Belajar tidak akan membuahkan hasil yang baik jika tanpa adanya kritikan. Saran dan kritik sangat saya butuhkan dari mas bru dan mbak sis semua.

Terima kasih…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru Kami

BELAJAR HURUF HIJAIYAH UNTUK SANTRI PRA JILID METODE UMMI DENGAN GAMBAR ; ukuran kertas (40x60) cm

 Semoga bermanfaat, silahkan dikopas sesuai keinginan saudara-saudara semuanya.

Postingan Terdahulu Kami